Dalam salah satu buku karangan Stephen R. Covey (1933 – 2012) yang terkenal yaitu “Seven Habits of Highly Effective People” (1989), dinyatakan bahwa ada tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif. Dan sebagaimana dikutip dari id.wikipedia.org, tujuh kebiasaan itu meliputi jadilah manusia yang proaktif; mulailah segala sesuatu dari gambaran akhirnya; selalu mendahulukan yang utama (prioritas);berpikirlah menang-menang, bukan kalah-kalah; berusahalah untuk mengerti orang lain, baru kemudian dimengerti; melakukan sinergi; dan  melakukan perbaikan terus menerus agar  dapat menyeimbangkan dan memperbaharui sumber daya, energi, dan kesehatan kita untuk menciptakan gaya hidup yang berkelanjutan, jangka panjang, dan efektif.

Tujuh kebiasaan tersebut kemudian diperbarui menjadi The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness. Kebiasaan kedelapan adalah menemukan panggilan jiwa dan mengilhami orang lain untuk menemukan panggilan jiwa mereka.

Kedelapan kebiasaan diatas terkait erat dengan perubahan positif dan peran manusia sebagai agent of change.

Dalam Bahasa Indonesia agent of change atau agen perubahan dapat diartikan sebagai pemegang peranan yang sangat penting, bahkan sebagai pelopor dari perubahan. Perubahan disini tentu saja adalah perubahan ke arah yang lebih baik (positif).

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), agen perubahan adalah petugas profesional yang mempengaruhi putusan inovasi para anggota masyarakat menurut arah yang diinginkan oleh lembaga perubahan. Jadi semua orang yang bekerja untuk mempelopori, merencanakan, dan melaksanakan perubahan sosial adalah termasuk agen-agen perubahan.

Dalam rumusan Havelock (1973), agen perubahan adalah orang yang membantu terlaksananya perubahan sosial atau suatu inovasi yang terencana. (Nasution, 1990:37)

Agen perubahan (Agent of Change) memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial. Dalam melaksanakannya, agen perubahan langsung tersangkut dalam tekanan- tekanan untuk mengadakan perubahan. Bahkan mungkin menyiapkan pula perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Cara-cara mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan rekayasa sosial (social engineering) atau sering pula dinamakan perencanaan sosial (social planning).(Soekanto, 1992:273).

Lantas apa saja kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang agen perubahan ?

Menurut Duncan dan Zaltman, agen-agen perubahan harus memiliki tiga kualifikasi dasar, yaitu:

  1. Kualifikasi teknis, yakni kompetensi teknis dalam tugas spesifik dari proyek perubahan yang bersangkutan. Misalnya pengetahuan dan wawasan tentang pemanasan global bagi seorang penyuluh lingkungan.
  2. Kemampuan administratif, yaitu persyaratan administratif yang paling dasar dan elementer, yakni kemauan untuk mengalokasikan waktu untuk persoalan- persoalan yang relatif detail. Maksudnya, para agen perubahan merupakan orang- orang yang menyediakan waktu dan tenaga mereka untuk secara sepenuh hati mengurus masyarakat yang dibinanya.
  3. Hubungan antar-pribadi. Suatu sifat agen perubahan yang paling penting adalah empati, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri pada kedudukan orang lain, berbagi pandangan dan perasaan dengan mereka sehingga hal-hal tersebut seakan- akan dialami sendiri.

Bagi Pegawai Negeri Sipil, contohnya dalam penyelenggaraan Diklatpim yang selama beberapa tahun terakhir ini selalu dicantumkan kegiatan wajib bagi seluruh pesertanya, yaitu membuat Proyek Perubahan. Hal tersebut tentu saja dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengadakan perubahan nyata di unit kerja masing-masing. Ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat proyek perubahan, yaitu menentukan kinerja organisasi yang akan ditingkatkan dan upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan kinerja tersebut. Dalam hal ini mereka diharapkan dapat menjadi agen perubahan, minimal bagi unit kerja mereka masing-masing.

Agen perubahan biasa memulai kebiasaan yang baik dari dirinya sendiri dan hal itu diharapkan berdampak positif bagi lingkungan sekitarnya, bahkan sampai mempengaruhi orang lain agar mengikuti perubahan yang ia ciptakan. Contoh paling sederhana : tidak menunda-nunda pekerjaan yang diberikan atasan ( menyangkut prioritas tupoksi unit kerja) dan disiplin terhadap waktu.

Jadi, sudahkah kita menjadi agen perubahan hari ini?

(ci2ningsih- dari berbagai sumber)